Yang ini tugas study hadits, makalah tentang Ilmu Hadits. Semoga membantu ya teman2 ;)
A. Pengertian Ilmu Hadis
Secara terminologi ilmu Hadis
dirumuskan dalam definisi yang dikemukakan oleh Ulama Mutaqaddimin sebagai
berikut:
عِلْمٌ يَبْحَثُ فِيْهِ عَنْ كَيْفِيَّةِ أِتِّصَا لِ الْحَدِ يِثِ
بِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حَيْثُ أَ حْوَا لِ رُ
وَاتِهِ ضَبْطًا وَعَدَالَةً وَمِنْ حَيْثُ كَيْفِيَّةِ السَّنَدِ إِتِّصَا لاً
وَإِنْقِطَا عًا وَغَيْرِذَالِكَ
“Ilmu pengetahuan yag
membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis kepada Rasulullah SAW dari
segi hal, ihwal para perawinya, yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya, dan
dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”
Pada perkembangan selanjutnya,
oleh Ulama Mutaakhirin, Ilmu hadis ini dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Ilmu
Hadis riwayah dan (2) Ilmu Hadis Dirayah sebagaimana akan
diuraikan berikut ini:
1. Ilmu Hadis Riwayah
Yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah,
ialah:
العِلْمُ الّذِى يَقُوْمُ عَلَى النَقْلِ مَاأُضِيْفَ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلِ
أَوْتَقْرِيْرٍأَوْصِفَةٍ وَمَا أُضِيْفَ مِنْ ذَالِكَ إِلَى الصَّحَابَةِ
وَالَتَابِعِيْنَ
“Ilmu pengetahuan yang
mempelajari hadis-hadis yang berdasarkan
kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun
tingkah lakunya”
Ibnu-Akhfani mengatakan bahwa
yang dimaksud ilmu Hadis riwayah adalah:
عِلْمٌ يَشْتَمِلُ عَلَى نَقْلِ أَقْوَالِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَفْعَالِهِ وَرِوَايَتِهَا وَضَبْطِهَا وَتَحْرِيْرِ
أَلْفَا ظِهَا
“Ilmu pengetahuan yang mencakup
perkataan Nabi SAW, baik periwayatan, pemeliharan, maupun penulisannya atau
pembukuan lafaz-lafaznya.”
Objek ilmu hadis Riwayah
adalah bagaimana cara menerima dan menyampaikan kepada orang lain. Dan
memindahkan atau mendewankan. Demikian menurut pendapat al-Syuyuti. Dalam
menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebut apa adanya , baik yang
berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu ini tidak membicarakan tentang Syaz
(kejanggalan) dan ‘illa (kecacatan) matan hadis. Demikian pula ilmu
ini tidak membahas kualitas para perawi, baik keadilan, kedabitan, atau
kefasikannya.
Adapun faedah mempelajari ilmu
hadis riwayah adalah untuk
menghindari adanya penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi
Muhammad SAW.
2. Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu hadis Dirayah. Biasanya juga
disebut ilmu mustalah hadis, ilmu ushul al-Hadis, Ulum al-Hadis dan Qawa’id
al-Tahdis. Al-Tirmizi menta’rifkan ilmu ini dengan:
قَوَ انِيْنُ يَدْ رِى بِهَا أَحْوَالَ مَتْنِ وَسَنَدٍ
“Undang-undang atau kaedah-kaedah
untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan,
sifat-sifat perawi dan lain-lain.
Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu
Hadis Dirayah sebagai berikut:
عِلْمٌ يُعْرَفُ مِنْهُ حَقِيْقَةُ الرِّ وَايَةِ وَشُرُ وْ طُهَا وَأَنْوَا
عُهَا وَأَحْكَا مُهَا وَحَا لُ الرُّوَةِ وَشُرُوْ طُهُمْ وَأَصْنَا فُ
الْمَرْوِيَّا تِ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهَا
“Ilmu Pengetahuan untuk
mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hukum-hukumnya
serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik persyaratan, macam-macam hadis
yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.”
Adapun yang dimaksud dengan:
- Hakikat periwayatan adalah
penukilan hadis dan penyandaran kepada sumber hadis hadis atau sumber berita.
- Syarat-syarat periwayatannya
adalah penerimaan perawi terhadap hadis yang akan diriwayatkannya dengan
berbagai cara penerimaan, seperti melalui al-sama’ (pendengaran), al-Ijazah
( pemberian izin dari perawi).
-
Macam-macam periwayatan
adalah membicarakan sekitar diterima atau ditolaknya suatu hadis.
- Keadaan adalah, pembicaraan
sekitar keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam
menerima dan meriwayatkan hadis.
-
Macam-macam hadis yang
diriwayatkan meliputi hadis-hadis yang dapat dihimpun pada kitab-kitab Tasnif,
kitab Tasnid dan kitab Mu’jam.
Sementara menurut Muhammad Ajjaj
al-Khatib mengemukakan definisinya dengan rumusan dari segi magbul dan mardudnya (diterima
atau ditolaknya) periwayatan hadis dari seorang rawi periwayat.
Yang dimaksud dengan rawi adalah
orang yang menyampaikan atau meriwayatkan hadis sedangkan yang dimaksud dengan marwi
adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada sahabat, atau
kepada Tabi’in. Sedangkan yang dimaksud dengan “Keadaan rawi dari sudut maqbul
dan mardudnya” ialah keadaan perawi dari sudut kecacatan, keadilan,
peristiwa sekitar penerimaan dan periwayatannya serta segala sesuatu yang
berkaitan dengan itu.
B. Cabang-cabang Ilmu Hadis
Dari ilmu hadis Riwayah dan
Dirayah di atas, pada perkembangan berikutnya, muncullah cabang-cabang ilmu
hadis lainnya seperti ilmu Rijal al-Hadis, ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil,
ilmu Tariqh al-Ruwah,ilmu ‘llal al-Hadis,ilmu aal-Nasikh wa al-Mansukh,
ilmu Asbab Wurud al-Hadis, ilmu Mukhtalif al-Hadis sebagaimana
akan diuraikan berikut ini:
1. Ilmu Rijal al-Hadis
Ilmu Rijal al-Hadis, ialah:
عِلْمٌ يُعْرَ فُ بِهَا رُوَّاةُ الْحَدِيْثِ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُمْ
رُوَا ةٌ لِلْحَدِيْثِ
“Ilmu untuk mengetahui para
perawi Hadis dan kapasitas mereka sebagai perawi hadis.”
Ilmu ini sangat penting
kedudukannya dalam lapangan ilmu hadis. Hal ini karena, sebagaimana diketahui,
objek kajian hadis pada dasarnya pada dua hal yaitu matan dan sanad. Ilmu Rijal
al-Hadis dalam hal ini, mengambil porsi khusus mempelajari persoalan-persoalan
disekitar sanad. Apabila dilihat lebih lanjut, ditemukan dua cabanh ilmu hadis
lain yang dicakup oleh ilmu in, yaitu: ilmu al-Jarh wa at Ta’dil dan
ilmu Tarikh ar Ruwah.
2. Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil
Ilmu al-Jarh, yang secara
bahasa berarti luka atau cacat, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
kecacatan para perawi, seperti pada kedabitan dan keadilannya. Para ahli hadis
dalam hal ini mendefinisikan al-Jarh dengan:
الِطَّعْنُ فِى الرَّاوِي الْحَدِيْثِ بِمَا يَسْلُبُ أَوْيَخُلُّ
بِعَدَالَتِهِ أَوْضَبْطِهِ
“Kecacatan pada perawi hadis
disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan dan kedhabitan para
perawi.”
Sedangkan al-ta’dil,
secara bahasa berarti al-Tasyiwiyah (menyamakan) menurut istilah
berarti:
عَخْسُهُ هُوَتَزْكِيَةُ الرَّاوِي وَالْحُكْمُ عَلَيْهِ بِأَ نَّهُ
عَدْ لٌ أَوْضَابِطُ
“Pembersihan atau pensucian
perawi dan ketetapan, bahwa ia adail atau dhabit.”
Berdasarkan pengertian di atas,
para ulama mendefinikan ilmu al-Jarh dan al-ta’dil dengan
rumusan:
عِلْمٌ يَبْحَثُ عَنِ الرُّ وَاةِ مِنْ حَيْثُ مَا وَرَدَفِي شَأْ
نِهِمْ مِمّا يُشْنِيْهِمْ اَوْ يُزَ حِيْهِمْ بِأَ لْفَا ظِ مَخْصُوْ صَةٍ
“Ilmu yang membahas tentang para
perawi hadis dari segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka, dengan ungkapan
lafaz tertentu.”
Contoh ungkapan tertentu untuk
mengetahui keadilan para perawi : فُلَانٌ اُوْثَقُ النَّا سِ(fulan orang yang paling dipercaya), فُلَانٌ ضَبِطٌ (fulan itu kuat hafalannya) dan فُلَانٌ حُجَّةٌ (fulan hujjah). Sedangkan contoh untuk kecacatan perawi,
antara lain; فُلَانٌ اَكْذَبُ النَّاسِ (fulan orang yang paling berdusta), فُلَانٌ مُتَّهَمٌ بِاْ كَذِّبٍ (ia tertuduh dusta), فُلَانٌ لَيْسَ بِا لْحُجَّةِ (fulan bukan hujjah).
3. Ilmu Tarikh al-Ruwah
Ilmu Tarikh al-Ruwah, adalah:
العِلْمُ الَّذِى يَبْحَثُ فِى أَحْوَالِ الرُّوَةِ مِنَ النَّا
حِيَةِ الَّتِى تَتَعَلَّقُ بِرِوَايَتِهِمْ لِلْحَدِيْثِ
“Ilmu untuk mengetahui para
perawi hadis yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadis.”
Demikian ilmu ini untuk
memepelajari keadaan identitas para perawi, seperti kelahirannya, wafatnya,
guru-gurunya, kapan mereka mendengar hadis dari gurunya, siapa orang yang
meriwayatkan hadis daripadanya. Tempat tinggal mereka, tempat mereka mengadakan
lawatan, dan lain-lain. Sebagai bagian dari ilmu Rijal al-hadi, ilmu ini
mengkhususkan pembahasannya secara mendalam pada sudut kesejarahan dari
orang-orang yang terlibat dalam periwayatan.
Hubungannya dengan ilmu Yhabaqat
al-Ruwah, di antara para ulama terdapat perbedan pendapat. Ada ulama yang
membedakannya secara khusus, tetapi ada juga yang mempersamakannya. Menurut
al-Suyuti, antara ilmu Thabaqah al-Ruwah dengan ilmu Tarikh al-Ruwah adalah
umum dan khusus, keduanya bersatu dalam pengertian yang berkaitan dengan para
perawi, tetapi ilmu Tarikh al-Ruwah menyendiri dalam hubungannya dengan
kejadian-kejadian yang baru. Menurut al-Sakhawi bahwa ulama Nutakhirin
membedakan antara kedua disiplin ilmu tersebut. Menurut mereka bahwa ilmu
Tarikh al-Ruwah, melalui ekstensinya memeperhatikan kelahiran dan wafatnya
merekakan.
4. Ilmu ‘Ilal al-Hadis
Kata ‘Ilal” adalah bentuk jama’
dari kata “al-llaah” yang menurut bahasa berarti “al-Marad” (penyakit atau
sakit). Menurut ulama muhaddisin istilahn “illah” berarti sebab tersembunyi
atau samar-samar yang berakibat tercemarnya hadis, akan tetapi yang kelihatan
adalah kebaikannya, yakni tidak terlihat adanya kecacatan.
Adapun yang dimaksud dengan ilmu
‘ilal al-Hadis, menurut ulama hadis, adalah:
عِلْمُ يَبْحَثُ عَنِ الْأَ سْبَابِ الْخَفِيَّةِ الْغَا مِضَةِ
حَيْثُ أَنَّهَا تَقْدَحُ فِى صِحَّةِ الْحَدِيْثِ كَوَصْلِ مَنْقَطِعٍ مَرْفُوْعٍ
مَوْقُوْفٍ وَإِدْخَالِ الْحَدِيْثِ فِى حَدِيْثٍ وَمَاشَابَهَ ذَالِكَ
“Ilmu yang membahas sebab-sebab
yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan kesahihan hadis, seperti mengatakan
Muttasil terhadap hadis Muntaqi` menyebut marfu` dengan hadis yang mauquf,
memasukkan hadis ke dalam hadis lain dan hal-hal seperti itu.”
Menurut Abu Abdullah al-hakim
al-Naisaburi dalam kitabnya “Ma`rifah Ulum al-Hadis” menyebutkan bahwa ilmu
“Ilal al-Hadis, ialah ilmu yang berdiri sendiri, selain dari ilmu sheheh dan
dah`if, jarh, dan ta`dil. Ia menerangkan bahwa `illat” hadis yang tidak
termasuk kedalam bahasan al jarh, sebab hadis yang marjuh, adalah hadis yang
gugur dan yang tidak dipakai. Illat hadis terdapat pada hadis yang diriwayatkan
oleh orang-orang kepercayaan, yaitu orang-orang yang menceritakan sesuatu hadis
yang padahal mempunyai `Illat, akan tetapi illat itu tersembunyi. Karena hadis
tersebut, maka hadis nya disebut hadis ma`lul. Lebih lanjut al-Hakim menyebutkan,
bahwa dasar penetapan illat hadis, adalah hafalan yang sempurna, pemahaman yang
mendalam pengetahuan yang cukup.
5. Ilmu al-Nasikh wa
al-Mansukh
Yang dimaksud dengan ilmu al-Nasikh
wa al-Mansukh di sini terbatas disekitar nasikh dan mansukh pada hadis,
al-Nasikh secara bahasa terkandung dua pengertian, yaitu: (1) : الأِزَالَةُal-Izalah (menghilangkan), نَسَخَتِ الشَّمْسُ الظُّلَّ (matahari menghilangkan bayangan) dan juga
sebagaimana dalam QS. Al-Hajj 52: فَيَنْسَخُ
اللهُ مَايُلْقِى الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللهُ أياتِهِ وَ (Kemudian Allah meniadakan atau menghilangkan
apa yang dimaksud oleh syaithan, lalu Allah memperkuat ayat-ayatNya). (2) : النقل al-naql (menyalin) seperti: نَسَخْتُ الْكِتَابَ (saya memilih kitab), yang berarti, “Saya
menyalin isi suatu kitab untuk saya pindahkan ke kitab lain.”
Al-Nasikh dalam arti bahasa
seperti ini terdapat dalam al-Quran antara lain dalam QS. Al-Baqarah ayat 106:
مَا نَنْسَخْ مِنْ أيَةٍ أَوْ نُنْسِهَانَأْ
تِبِخَيْرٍمِنْهَاأَوْمِثْلِهَاأَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ
قَدِيْرٌ
“Ayat mana saja yang kami
nasakhkan atau kami jadikan manusia lupa padanya, kami datangkan yang lebih
baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Sedangkan al-Naskh menurut
istilah, sebagaimana pendapat ulama Ushul adalah:
رَفْعُ الْحُكْمِشَّرْعِي بَدِ لِيْلٍ شَرْعِيٍ مُتَرَاخٍ عَنْهُ
“Syarir mengangkat (membatalkan)
sesuatu hukum syara` dengan menggunakan dalil syar`iy yang datang kemudian.”
Konsekuensi dari pengertian ini
adalah menerangkan nash yang mujmal, mentakhsiskan yang ‘am dan mentaqyidkan
yang mutlak tidaklah dikatakan nasakh maupun yang dimaksud dengan ilmu nasikh
dan mansukh dalam hadis adalah:
العِلْمُ الَّذِى يَبْحَثُ عَنِ الْأَ حَا دِيْثِ الْمُتَعَارِضَةِ
الَّتِى لاَيُمْكِنُ التَّوْفِيْقُ بَيْنَهَا مِنْ حَيْثُ الْحُكْمِ عَلَى
بَعْضِهَا بِانَّهُ نَاسِخٌ وَعَلَى بَعْضِهَا الْأَ خِرَ بِانَّهُ الْمَنْسُوْحُ
فَمَا ثَبَتَ تَقَدُّ مُهُ كَانَ مَنْسُوْخًا وَمَا ثَبَتَ تَاخُّرُهُ كَانَ
نَاسِخًا
“Ilmu yang membahas hadis-hadis
yang berlawanan yang tidak dapat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang
datang terdahulu disebut mansukh dan yang datang kemudian disebut nasikh.”
6. Ilmu Asbab Wurud al-Hadis
Kata Asbab adalah jama’ah dari
sabab. Menurut ahli bahasa diartikan al-habl (tali). Yang menurut
lisan al-Arab dinyatakan bahwa kata ini dalam bahasa Arab berarti saluran, yang
artinya dijelaskan sebagai: “segala yang menghubungkan satu benda dengan benda
lainnya.” Menurut istilah adalah:
كُلُّ شَيْئٍ يَتَوَصَّلُ بِهِ اِلىَ غَايَتِهِ
“Segala sesuatu yang mengantar
kepada tujuan”
Ada juga yang mendefinisikan
dengan “Suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh dalam
hukum itu.” Kata wurud (sampai, muncul) berarti:
الْمَاءُالَّذِى يُوْرَدُ
“Air yang memancar atau air yang
mengalir”
Dalam pengertian lebih luas,
al-Suyuthi merumuskan pengertian asbab wurud al-hadis dengan: “suatu yang
membatasi arti suatu hadis, baik berkaitan dengan arti umum atau khusus,
mutlak, atau muqayyad, di nasakhkandan seterusnya, atau suatu arti yang
dimaksud sebuah hadis saat kemunculannya.
Dari pengertian asbab wurud
al-hadis sebagaimana diatas, dapat dibawa pada pengertian ilmu asbab wurud
al-hadis yakni suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang sebab-sebab
Nabi SAW menuturkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu, seperti sabda
Rasul SAW tentang suci dan menyucikan air laut yang artinya. “Laut itu suci
airnya, dan halal bangkainya”. Hadis ini dituturkan oleh Rasulullah SAW karena
seorang sahabat hendak berwudhu` ketika ia berada ditengah laut ia dalam
kesulitan. Contoh lain adalah Hadis tentang niat, hadis ini dituturkan berkenan
dengan peristiwa hijrahnya Rasul SAW ke Madinah, salah seorang muhajir yang
ikut karena didorong ingin mengawini wanita dalam hal ini adalah ummu Qais.
Urgensi asbab wurud terhadap
hadis, sebagai salah satu jalan untuk memahami kandungan hadis, sama halnya
dengan urgensi asbab nuzul al-Qur’an terhadap al-Qur’an. Ini terlihat beberapa
paedahnya, antara lain dapat mentakhsis arti yang umum membatasi arti yang
mutlak, menunjukkan perincian yang mujmal, menjelaskan kemusykilan, dan
menunjukkan ‘ilat suatu hukum. Maka dengan memahami Asbab Wurud al
hadis ini, dapat dengan mudah memahami apa yang dimaksud atau dikandung suatu
hadis. Namun demikian, tidak semua hadis mempunyai asbab wurud, seperti halnya
tidak semua ayat al-Quran mempunyai asbabun nuzul-nya.
7. Ilmu Gharib al-Hadis
Menurut Ibnu Shalah, yang
dimaksud ilmu Gharib al-Hadis ialah:
عِلْمُ يُعْرَفُ بِهِ مَعْنَى مَا وَقَعَ فِى مُتُوْنِ الْأَحَادِيْثِ
“Ilmu untuk mengetahui dan
menerangkan makna yang terdapat pada lafaz-lafaz hadis yang jauh dan sulit
dipahami, karenalafaz tersebut jarang digunakan.”
Ilmu ini muncul atas usaha para
ulama setelah wafat karena banyaknya bangsa-bangsa yang bukan Arab memeluk Islam
serta banyaknya yang kurang memahami istilah atau lafaz-lafaz tertentu yang
gharib atau yang sukar dipahaminya.
Para ulama berusaha menjelaskan
apa yang dikandung oleh kata-kata yang gharib itu dengan mensyarahkannya.
Bahkan ada yang berusaha mensyarahkannya secara khusus hadis yang terdapat
kata-kata gharib.
Di antara ulama yang pertama kali
menyusun hadis hadis yang gharib adalah: Abu Ubaidah Ma’mar bin Matsna
al-Tamimi al-Bisri (wafat 210 H) dan Abu al-Hasan bin Ismail al-Mahdini
al-Nahawi (wafat 204 H). Salah satu kitab “al-Nihayah fi Garib al-Hadits”.
Karya Ibnu al-Atsir.
8. Ilmu al-Tashif wa al-Tahrif
Ilmu al-Tashif wa al-Tahrif
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menerangkan hadis-hadis yang sudah diubah
titik atau syakalnya (Mushhaf) dan bentuknya (Muharraf). Al-Hafiz
Ibn Hajar membagi ilmu ini menjadi dua bagian, yaitu ilmu al-Tashif dan ilmu
al-Tahrif. Sedangkan ilmu Sholah dan para pengikutnya menggabungkan kedua ilmu
ini menjadi satu ilmu. Menurutnya, ilmu ini merupakan satu disiplin ilmu yang
menilai tinggi, yang dapat membangkitkan semangat para penghafal hadis
(huffaz). Hal ini disebabkan, karena dalam hafalan terkadang para ulama terjadi
kesalahan bacaan dan pendengaran yang diterima dari orang lain. Sebagai contoh, dalam suatu riwayat disebutkan juga , bahwa salah seorang yang
meriwayatkan hadis dari Nabi SAW dari Bani Sulaiman adalahUtbah ibn al-Bazr,
padahal yang sebenarnya adalah ‘Utbah ibn al Nazr’. Dalam hadis ini terjadi
perubahan sebutan al-Nazr menjadi al-Bazr.
9. Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Ilmu Mukhtalif al-Hadis ialah:
العِلْمُ الَّذِى يَبْحَثُ فِي الْأَحَادِيْثِ الَّتِى ظَهِرُهَا
مُتَعَارِضٌ فَيُزِيْلُ تَعَارُضَهَا أَوْيُوْفِقُ بَيْنَهَا كَمَا يَبْحَثُ فِى
الْأَحَادِيْثِ الَّتِى يَشْكِلُ فَهْمَهَاأَتَصَوُّرَهَافَيُدْفَعُ
إِشْكَالُهَاوَيُوْضَحُ حَقِيْقَتُهَا
“Ilmu yang membahas hadis-hadis,
yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan, agar pertentangan
itu dapat dihilangkan atau dikompromikan keduanya, sebagaimana membahas
hadis-hadis yang sulit dipahami isi atau kandungannya, dengan menghilangkan
kemusyikilannya atau kesulitan serta menjelaskan hakikatnya.”
Ilmu ini muncul atas usaha para
ulama setelah Rasul wafat, karena mengingat banyaknya bangsa-bangsa yang bukan
Arab memeluk Islam serta banyaknya orang yang kurang memahami istilah atau
lafadz-lafadz tertentu yang gharib atau yang sukar dipahaminya.
Para ulama berusaha menjelaskan apa
yang dikandung oleh kata-kata yang gharib itu dengan mensyrahkannya secara
khusus hadis-hadis yang terdapat kata-kata gharib. Di antara ulama yang
menyusun hadis-hadis yang gharib ialah Abu Ubaidah Ma’mar bin Matsna al-Tamimi
al-Bisri (wafat 210H) dan Abu al-Hasan bin Ismail al-Mahdini al-Nahawi (wafat
204 H). Salah satu kitab yang terbaik yang ada sekarang ini, adalah kitab
“al-Nihayah fi garib al-Hadis” karya al-Atsir.
0 komentar orang cantik n ganteng
Post a Comment